Senin, 01 Maret 2010

Catatan Ciwidey


Generasi Ar Rohman generasi Peradaban
Ciwidey menjadi saksi


Ar Rohman (Allah Maha Pengasih)

            Mereka berlatih mengatur barang bawaan yang dimasukkan kedalam tas, memahami tema yang akan di pelajari, antisipasi binatang buas, persiapan mental menginap, menjaga kesehatan tubuh, simulasi kedinginan. Tampak senyum, cemberut, kesal, tertawa, marah dan beraneka macam ragam ekspresi saat simulasi dilakukan. Ke alami an mereka telah Allah berikan ( Ar Rohman )

Allamal qur’an (Yang telah mengajarkan Alqur’an)

            Do’a-do’a di wiridkan, berdzikir sepanjang jalan, Almatsurat di bacakan setiap pagi dan petang di perkemahan. Mentadaburi keindahan alam, menikmati udara dingin yang menyelimuti badan, mendengarkan kisah surat al Insan ayat 13 tentang dingin yang berlebihan. Sholat wajib dan sunnah dilaksanakan dengan menikmati hadiah Allah yang telah diberikan. Allah telah mengajarkan semuanya ( Allamal qur’an)

Kholaqol Insaan ( Dia menciptakan manusia) 

            Tidur di dalam tenda bersama kelompok. Dibungkus dengan selimut yang sangat tebal di tambah dengan jaket yang memeluk tubuh – tubuh mereka. Jari-jemari yang tampak putih kedinginan, gerakan gemetar menahan diri dari suhu yang menusuk tubuhnya.Tenda sebagai langit-langit mereka melewati suasana malam. Berjalan bergemetar saat air membasahi mereka, rasa lapar terus berirama dalam perut saat air menyiram. Mereka adalah manusia-manusia yang diciptakan Allah, yang sedang dipertemukan dengan ciptaan Allah yang lain. ( Kholaqol Insaan)

 Allamahul Bayaan ( Mengajarnya pandai berbicara)
            Kegiatan membuat termometer sederhana, mengenal sebab terjadinya angin, membuat kincir angin, memprakirakan suhu di sekitar, menjelajah hutan, melewati ranting-ranting penghalang, sungai-sungai tanpa pengaman, menikmati perosotan alam, jenis-jenis pepohonan. Semuanya memberikan ilmu baru untuk mereka, kegiatan itu berbicara untuk mereka. Berbicara untuk menjelaskan anugerah Allah yang tak terhingga. Mereka pun berbicara saat melakukannya. Kata-kata kecilpun terucap dari seorang anak: “ seandainya ada pintu yang dapat menghubungkan langsung dari perkemahan ke hutan...oh pasti asyik sekali”, rasa senang, rasa kangen, sampai komentar biasa-biasa saja mereka semua bicarakan ( Allamahul bayaan)

Asyamsu wal qomaru bi husbaan
( matahari dan bulan beredar menurut perhitungan)

            3 hari 2 malam terus mereka lalui, meneropong gemerlap bintang diwaktu malam. Nampak bintang –bintang berkilauan tanpa ada yang tertekan. Mereka bebas menyinari bumi tanpa ada rasa iri antara bintang besar dan bintang kecil. Di sisi lain bintang –bintang yang sedang menjadi generasi peradaban mengikuti semua aturan kegiatan, mulai dari kegiatan tadabur alam sampai kegiatan merapihkan pakaian, semua mereka lakukan dengan penuh perhitungan. Saat akhir perjalanan sholat khusuf dilakukan sebagai tanda syukur terhadap Allah atas benda-benda langit yang beredar sesuai perhitungan ( Asyamsu wal qomaru bi husbaan)

Wannajmu wasysyajaru yasjudaan
( Dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk ( kepada-Nya)

            Diperjalanan menuju curug melihat aneka macam tumbuh-tumbuhan dan pepohonan. Ada yang menjulur ke atas, kesamping, saling bersilangan dan ada juga yang bertabrakan, mereka melambai-lambai terkena aneka angin. Ada angin sepoi-sepoi, angin sepoi moderat, angin kalem, angin udara ringan, dan lain-lain.tetumbuhan dan pepohonan mengajarkan manusia untuk taat pada Allah. Karena tetumbuhan dan pepohonan pun taat pada Allah ( Wannajmu wasysyajaru yasjudaan)

Wasyamaa a rofa’ahaa wawadho’almiizaan
( Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan)

            Keseimbangan jumlah anak laki-laki dan perempuan saat itu, memudahkan pembagian tenda. Yang terdiri dari 6 kelompok yang masing masing adalah 3 kelompok akhwat dan 3 kelompok ikhwan. Bercampurnya mereka dengan beraneka macam gaya kedekatan yang berbeda, membuat mereka berlatih untuk mengiramakan dan menyeimbangkan karakter mereka masing-masing. Safar itu pun mengikat hati-hati mereka untuk saling memahami. Ungkapan kecil dari seorang anak saat ia kembali dari curug  :” ”Ooo seandainya aku ceritakan  aku foto-foto dahulu di kebun teh ke teman-teman yang lain pasti mereka iri. Aku tak usah ceritakan saja agar tidak timbul ke iri an dari mereka.” Sebuah usaha untuk menjaga keseimbangan karena ia faham karakter teman-teman lainnya. Rasa sombong pun di kesampingkan ( Wasyamaa a rofa ’ahaa wawadho’almiizaan)

Allaa tathghoufilmiizaan ( Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu)

            Perjalanan menuju curug banyak sekali rintangan. Rintangan melalui pohon-pohon yang tumbang. Ranting-ranting yang berjatuhan, jembatan yang hanyut, nampak seperti kerusakan alam. Kerusakan alam itu membuat sedikit kesulitan. Kesulitan menuju curug yang terdapat perosotan alam. Perosotan yang menurut sebagian anak adalah kenikmatan menuju curug. Layaknya syurga yang perjalanannya perlu dengan menjaga keseimbangan. Agar segala kesulitan dapat dilalui dengan menjaga keseimbangan ( Allaa tahghoufilmiizaan)

Wa aqiimul wazna bil qisthi walaa tukhsirul miizaan ( Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu)

            Nampak anak selalu berkata : Dingin banget...pak..., wuiih. Kalau di depok kalau gerah-gerah banget..., mulai terjadi diskusi antara panas yang berlebihan dan dingin berlebihan. Terlebih lagi ketika mereka menikmati kolam renang. Muka yang pucat kedinginan tampak pada diri mereka. Begitulah Allah dengan mudah menambah dan mengurangi rasa dingin, menambah dan mengurangi rasa panas, menambah dan mengurangi air hujan, menambah dan mengurangi angin yang berputar. Anak-anak belajar menjaga keseimbangan ketika melihat begitu indah Allah menata kebun teh yang bertebaran di alam. Allah menata aliran air di dalam bukit yang mereka lewati. Kesimbangan ini sudah di ciptakan oleh Allah namun masih ada saja yang menguranginya ( Wa’aqiimul wazna bil qisthi walaa tukhsirul miizan)

Wal’ardho wadho’ahaa lil anaam ( Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk-Nya)  

            Berfoto bersama, melakukan praktek pengamatan cuaca, menikmati makan di keindahan alam, bermain, olah raga, curhat, berlari di alam, teriak, berjalan di pematang, tidur di atas rumput dan di dalam tenda, semua dibentangkan alam ciwidey untuk generasi Ar Rahman Generasi peradaban (Wal’ardho wadho’ahaa lil anaam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar